BADAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN PARMALIM (BAPPAR)
Para pengetua, orang tua, bahkan Pimpinan Parmalim sangat memperjuangkan pendidikan setiap warga, baik bagi anak-anak maupun yang telah dewasa. Hal ini dapat dibuktikan Pendidikan Formal maupun pendidikan non-Formal berjalan sejalan dan beriring setiap generasi dari dulu hingga kini.
A. PENDIDIKAN NON FORMAL
Bermula dari kesadaran yang tinggi pada setiap warga bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat mendasar bagi diri, maka sangatlah tidak mungkin bilamana seseorang itu pintar jika bukan tidak karena pendidikan.
4 Dasar yang ada pada setiap warga yang telah di ilhami yaitu :
– Boto (Pengetahuan)
– Haporseai (Keyakinan)
– Oloi (Ikuti)
– Ulahon (Tindakan/ Lakukan)
Berangkat dari 4 dasar tersebutlah warga parmalim memang sadar bahwa tingkat pertama harus mencari dan menerima Ilmu pengetahuan di awalnya. Ilmu pengetahuan tersebut bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan dalam segi tertentu, namun segala aspek, baik itu ilmu pengetahuan umum maupun khusus harus diterima namun semua ilmu pengetahuan tersebut juga harus di saring hinggal menjadi modal untuk menjadi sebuah keyakinan. Hal tersebut hingga kini selalu di praktekkan oleh setiap warga, baik anak-anak, maupun kalangan dewasa/ orang tua. Biasanya sebelum melakukan ibadah atau bahkan sesudah selesai melakukan ibadah setiap hari sabtu, warga parmalim berkumpul untuk melakukan sharing, (masileanan, masijaloan, masipapunguan) yang mana artinya saling memberi, menerima dan mengumpulkan. Hal ini juga bertujuan menambah eratnya tali hubungan kekeluargaan. Praktek ini hingga saat ini selalu dilakukan disetiap lingkungan cabang maupun di lingkungan pusat.
B. PENDIDIKAN FORMAL
Sejarah panjang pendidikan pada internal parmalim tidak bisa dikatakan mulus. Sejak penjajahan Belanda, yang pada saat itu digandeng oleh zending kristen yang memang ingin membungi hanguskan nilai-nilai Habatahon yang begitu kental pada masyarakat batak. Penjajah juga melakukan diskriminasi terhadap bidang pendidikan, yang pada saat itu bilamana warga parmalim ingin masuk ke sekolah formal, maka diwajibkan harus mendaftarkan diri sebagai kristen. Hal inilah yang membuat Raja Mulia Naipospos pada saat itu mendirikan sekolah parmalim bersama anak tunggalnya dan dibantu oleh pengetua parmalim lainnya. Sekolah tersebut dinamai “Parmalim School” yang didirikan di Hutatinggi, Laguboti pada tahun 1939. Disekolah ini anak-anak parmalim diajarkan ilmu pengetahuan dasar, berhitung, berbahasa, bahkan ilmu sosial (adat istiadat), dan lain sebagainya. Namun setelah Indonesia menyatakan diri merdeka dari penjajahan Belanda, sekolah ini ditutup, karena disekolah formal sudah bisa mendaftarkan diri pada sekolah-sekolah negeri.
Melihat dan mengingat perjuangan Raja Mulia Naipospos, dan Raja Ungkap Naipospos, ketiga anaknya juga tidak mau melepaskan dan meninggalkan perjuangan tersebut. Setelah semakin majunya perkembangan dunia pendidikan, bahkan teknologi, dan setelah melihat sudah banyak warga parmalim yang sudah menjankan tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil bahkan telah ada beberapa yang menjadi tenang pendidik pada lingkungan kementrian pendidikan dan kebudayaan, berawal dari sinilah Pimpinan Parmalim banyak melakukan pelatihan yang dimulai pada beberapa orang. Hal ini tentunya pada saat itu Raja Monang Naipospos juga telah banyak menuai ilmu pada bidang pelatihan baik bidang pendidikan maupun bidang lainnya, hingga mampu melatih beberapa orang untuk menciptakan system pendidikan formal pada lingkungan internal parmalim.
Berawal dari mampu menciptakan system pengajaran internal pada anak-anak yang berbasis sanggar belajar, dengan kerja sama setiap orang tua dalam bentuk goyong royong baik dalam hal materi/ biaya, maupun hal tenaga pengajar. Hingga mampu menciptakan system pendidikan berbasis kurikulum sekolah formal, parmalim mulai mensiasati bagaimana memperjuangan hak-hak nya pada pemerintah daerah. Tidak mudah, bahkan perlu kerja ekstra, pengorbanan waktu, tenaga, materi bahkan pikiran yang terkuras dan ketulusan hati menuai hasil yang baik. Pemerintah daerah khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samosir mulai mau menerima keberadaan parmalim khususnya anak-anak parmalim dengan tidak memaksa disekolah harus belajar agama lain. Parmalim diizinkan melakukan kegiatan belajar-mengajar di sanggar yang diberitahukan, dan setiap sekolah diberikan sosialisasi bahwa parmalim diizinkan memberikan nilai para siswanya ke sekolah.
Melihat perjuangan dan gigihnya kerja keras para penghayat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2013 sudah membentuk wadah khusus untuk bersatunya para penghayat yaitu Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Parmalim juga turut andil, dan mengirimkan beberapa orang untuk dilatih menjadi Assesor Tenaga pendidik.
Parmalim juga telah melakukan BIMTEK yang dilakukan secara mandiri, dengan mengundang USAID PRIORITAS pada tahun 2017 untuk melatih tenaga-tenaga pendidik parmalim untuk lebih berkembang. Dan Pada tahun 2018, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia juga memberikan BIMTEK kepada lebih dari 50 orang tenaga pendidik parmalim di Medan, untuk secara langsung mendapatkan sertifikat dari kelembagaannya dan memberikan sertifikat khusus dengan bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan hasilnya semua lulus uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Seiring dengan telah resminya keberadaan Penghayat Kepercayaan Indonesia telah diterima oleh undang-undang melalui keputusan Majelis Konstitusi Negara Indonesia, dan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Pendidikan Indonesia pada tahun 2017, kini parmalim sudah lebih percaya diri menerapkan pembelajaran formal terhadap anak-anak baik sebagian yang diminta secara langsung mengajar agama parmalim atau Budi Pekerti Luhur di lingkungan sekolah maupun yang masih tetap di sanggar belajar.